My Story

Virtual Diary

Creative Blog

Literasi Dibalik Jejak Kaki

by - Desember 07, 2021

 


Di setiap langkah, saya selalu merasa berhutang jasa pada mereka yang menemani perjalanan. Entah itu berkunjung ke suatu daerah wisata, perihal perjalanan hidup, aroma, rasa, karsa, serta banyak hal yang ditakdirkan Tuhan untuk menemukan hikmah dibaliknya. 


Perjalanan Merupakan Bagian Perkara Manusia Bersikap Melewati Waktu 


Manusia butuh catatan untuk media lain sebagai pengingat dan terhindar dari lupa. Kepala sempit ini seolah diobrak-abrik peristiwa, jika memaksakan banyak hal dalam mengingat kejadian, rasanya sulit. Terlebih jika peristiwa sudah lama berlalu dan kita masih berusaha keras menelanjangi segala hal yang muncul di benak untuk diceritakan kembali. Pilihan menulis dan mencatat adalah jawabannya. Beberapa kitab agama, bahkan perlu dituliskan sebagai pedoman hidup. Sebab penyampaian manusia, seringkali tak sama. Karena ilmu jika hanya disampaikan, tanpa dituliskan, kelak bisa berbeda makna.  


"Literasi tak hanya tentang buku, catatan, tulisan dan pikiran yang disampaikan, namun kemampuan membaca kata, membaca peristiwa dan membaca dunia"


Menulis kisah perjalanan, bagi saya merupakan bagian dari hati nurani berbicara dalam mencatat moment pada setiap langkah. Sebagai jembatan bagi anak muda untuk mengajak mengenalkan daerah melalui cerita. 


Beberapa Perjalanan Bersama Blogger Mengenalkan Wisata Daerah


Saya ingat pesan Kang Maman, bahwa menulis saja dahulu dengan bahagia. Tanpa perlu memusingkan ejaan yang benar dan salah, perkara bagus dan jelek, mudah dan sulit. Karena jika sebelum menulis, kita terlalu banyak beban yang dipikirkan, maka tulisan kita tak akan pernah dimulai.


Melalui Buku "Aku Menulis Maka Aku Ada" karya Kang Maman. Tagline besar yang paling saya ingat lekat-lekat adalah kalimat "Ikat dengan tulisan, kuatkan dengan perasaan"


Seperti indahnya syair Imam Syafi'i

Ilmu bagaikan hewan buruan

Tali pengikatnya adalah tulisan

Ikatlah hewan buruan

Dengan sekuat-kuatnya ikatan


Kita tentu pernah merasakan sebaris kalimat seolah menjadi api yang membara dan membakar semangat kita. Itu yang saya rasakan saat membaca tulisan di halaman buku Kang Maman.


Beberapa tulisan saya membahas kuliner daerah di Buku Jelajah Kuliner Nusantara


Persembahan Tulisan di Buku Jelajah Kuliner Nusantara Bersama Teman-teman Kompasiana Penggiat Kuliner

Dua tulisan saya yang berjudul "Cicipan Lendot Pertama di Bukit Si Batak" dan "Menjelajahi Suapan Demi Suapan Cita Rasa Mie Lendir di Kepulauan Riau" menjadi bagian dari tulisan yang kalian bisa nikmati di buku Jelajah Kuliner Nusantara.

Jalan-jalan tak akan lepas dari wisata kulinernya. Kalian bisa eksplore kuliner daerah di banyak tempat dan menuliskannya. Selain memperkenalkan kuliner daerah yang ada, kenangan mengenai cita rasa akan tetap tinggal di sana untuk sekedar merindukan mencicipi kembali dan memudahkan orang lain mencari kuliner khas di banyak daerah. Syukur-syukur tulisan tersebut membawa kalian menjadi salah satu kontributor dalam buku antalogi.  


Menelisik Daerah Seribu Warung Kopi 


Dari sekian perjalanan literasi yang ingin saya sampaikan kepada banyak orang melalui media digital dan beberapa buku antalogi bersama para penulis lain, baik itu mengupas wisata, nilai budaya, kuliner, baik itu di Jateng, Lampung, Padang, Kepri dll. Salah satu yang menarik untuk saya ceritakan dan saya tuliskan adalah perihal ketika berkunjung ke kabupaten Tulungagung. Daerah yang dijuluki seribu warung kopi ini, terletak 154 km arah barat daya dari Kota Surabaya, penduduknya mengajari saya mengenai keramahtamahan, tukang ngopi dan memberikan yang terbaik bagi orang lain. 


"Belajar dari event tahun lalu, travel blogger rupanya memberikan pengaruh besar bagi kunjungan wisata daerah Tulungagung. Saya sepertinya harus menjadi seperti kalian, walau telat." ujar Mas Koko merendah, padahal saya sangat tahu bahwa jasanya mengenalkan banyak daerah mungkin lebih banyak dari kami-kami ini. Pemilik bobot tubuh 2x lipat dari tubuh saya ini, dengan ciri khas rambut keritingnya sembari tertawa. Hatinya bagi saya selembut kue mochi. Bahkan ketika hari terakhir di sana, saya tak segan untuk memeluknya seerat mungkin karena merasa bagian dari keluarga. 5 hari diajak mengulik wisata daerah Tulungagung, kuliner khas dan mempelajari seni budaya lokal serta adat istiadat di sana menjadi moment paling dirindukan untuk diingat dan saya ceritakan kembali. 


Mas Koko ini salah satu masyarakat lokal yang tergabung dalam komunitas Tulungagung All Star, berkharisma dan disegani. Bagi saya beliau salah satu pahlawan penggiat literasi digital tanpa pamrih, penggagas yang mengundang para travel blogger dan vlogger dari berbagai daerah untuk sama-sama berkontribusi memperkenalkan Kabupaten Tulungagung lebih dekat di mata masyarakat luas. Selang beberapa waktu setelahnya, ia menceritakan kepada kami dan mengucapkan terima kasih. Peran menulis dan kekuatan media digital dalam momen perjalanan kemarin, mampu memberikan impact besar dalam membangkitkan wisata Tulungagung dengan adanya lonjakan wisata ke tempat-tempat yang dijadikan event Video Competition kemarin. 


"Saya percaya, bahwa organisasi dan komunitas seperti api, anggotanya adalah arang. Api akan besar jika lebih banyak arang yang digunakan untuk membakar. Begitulah semangat teman-teman menyuarakan semangat literasi agar tetap berkobar"


Mata ini melempar pandangan ke daratan Tulungagung yang kaya akan wisata sejarahnya, diajak menyelami keindahan lautnya, serta berkesempatan membuat lidah saya menari dengan rasa masakan tradisionalnya. Maklum, orangtua saya lahir di Jakarta, jadi tak punya kampung. Bahagia rasanya jika mengupas suatu tempat bersama teman blogger dan vlogger di berbagai daerah namun rasa saudara, seperti menjelajahi kampung sendiri. 

Di Era Millenial, platform teknologi tak hanya sebatas perangkat atau media komunikasi namun dipercaya untuk mendukung transformasi kemajuan bangsa. Karena akan ada banyak tulisan terbaca, jika lebih banyak orang tak letih dan berjuang menuliskan.


Penggiat literasi tantangannya banyak, tak sedikit orang berkata bahwa negeri kita adalah negara yang kaya akan budaya dan kekayaan alamnya, namun miskin literasi. Hal ini saya sampaikan sesuai fakta. Menurut UNESCO, Indonesia urutan kedua dari bawah yang melek dengan literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Negara kita terkenal dengan penduduk malas membaca namun cerewet di medsos. Saya cuma tertawa dalam hati, sedikit mengiyakan. 


Solusi Membangun Literasi


Solusi paling ampuh adalah membangun literasi media dan menjembataninya, membangun kreativitas dengan kolaborasi dan pintar membaca peluang. Kolaborasi bisa dengan siapa saja. Salah satunya kreatifitas kolaborasi membangun minat baca dengan menggabungkan bacaan dan gambar kartun seperti yang dilakukan oleh JNE, kartun Mice dan Kang Maman dalam buku Bahagia Bersama. Berkreasi dengan menggunakan foto dan video menarik di sosial media untuk mengajak mereka membaca kisah selanjutnya dalam blog adalah cara ampuh lain yang saya lakukan. Generasi muda harus sadar akan pentingnya literasi, cinta buku, gemar menulis, selain itu harus beradaptasi dan cakap digital agar bisa mengikuti perkembangan jaman. 


Membangun literasi juga harus pintar melihat peluang. Terlebih Anak muda milenial dan generasi Z lebih suka berlama-lama di sosial media, maka manfaatkan sosial media untuk membangun hal tersebut. Sebab tingkat literasi yang tinggi akan berdampak pada pendidikan dan majunya suatu negara. 


Saya jadi ingat kutipan Penyair Rusia Joseph Brodsky yang mungkin bisa menjadi pengingat.

"Ada  kejahatan yang lebih kejam daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membacanya”


Cinta Buku Akan Membuatmu Merindukan Aroma Buku Baru

Sebegitu besar magnet media digital saat ini, buku tak akan pernah mati. Mata yang lelah dengan radiasi, rasa ingin mengulang bacaan dan melipat, dan rasa yang tumbuh jika mencintai buku, maka saya pastikan kalian akan selalu merindukan aroma buku baru.


Fakta yang berada di lapangan, banyak rumah baca gratis di taman-taman kota sepi peminat. Saya rasa rumah baca (Perpustakaan Desa) di daerah tempat saya tinggal bukan tak menarik, justru dibuat seperti cafe di ujung jalan persimpangan dengan lokasi strategis. Namun karena membaca buku bukan menjadi gaya hidup bagi sebagian orang, angka minat baca dan berkunjung ke rumah baca tetap kecil. Inilah yang menjadi PR kita untuk menumbuhkan minat baca bagi generasi muda. 



Buku Adalah Ilmu yang Berguna Jika Dibaca


Saya pernah membaca buku Babad Tanah Jawa yang disusun oleh W.L. Olthof yang merupakan bacaan warisan budaya untuk memahami sejarah para leluhur dengan segala kedigdayaannya, bacaan ini sudah lama sekali. Membaca kisah kerajaan-kerajaan di Jawa menimbulkan rasa nasionalisme, khususnya budaya agung leluhur dan persebaran islam di tanah jawa. Saya bisa merasakan getaran perjuangan berabad-abad silam hanya dalam membaca tulisan di sebuah buku.


Saya kembali diingatkan mengenai awal mula babad tanah jawa saat berkunjung ke Candi Penampihan di daerah Tulungagung kemarin saat melakukan perjalanan bersama teman blogger dan kembali merinding dibuatnya jika mengingat cerita dalam sebuah buku yang pernah dibaca.   


Selalu ada pesan pada diri sendiri, bahwa yang terbaik jangan disimpan sendiri. Maka menuliskan kisah perjalanan menjadi 1 hingga 3 postingan adalah bagian dari penyampaian terimakasih dan rasa syukur saya terhadap semesta. Biasanya saya tulis di google document lebih dahulu kemudian saya satukan menjadi satu tulisan utuh di blog pribadi. 


Setiap orang pasti memiliki kesan dalam setiap kunjungan. Seperti halnya kartun Mice saat menuangkan gambar menarik yang dikawinkan dalam cerita tentang pengalaman Benny & Mice di Bali bersama kekonyolan mereka pada buku Lost in Bali yang juga menampilkan kebudayaan, kuliner, latar belakang kota Bali. Sungguh membuat candu dan menarik orang lain untuk berkunjung ke sana serta memperkenalkan Bali sebagai wisata Indonesia yang patut dikagumi. Begitupun dengan tulisan perjalanan Tulungagung yang masih dalam draft di ponsel saya.


Seluruh Bagian dari Dunia Ini Adalah Ide


Jika tak bisa menemukan suatu ide, maka kalian belum fokus untuk melihat sesuatu. Bagi saya literasi adalah tahapan-tahapan proses membangun cara memahami dunia, mendalami kehidupan dan mencintai diri sendiri sebebas-bebasnya, saya sangat setuju dengan statement Kang Maman dalam IG live JNEWS Online bersama kartun Mice yang bertajuk "Maju Indonesiaku dengan Literasi Baca Tulis.



Petikan kalimat ini membuat saya kembali belajar untuk tidak melupakan faktor penting lainnya, bahwa tulisan juga butuh filter yaitu HATI NURANI di tengah gejolak media digital yang membuat kita terbawa arus bebas berbicara dan menulis. Hal ini seringkali dilupakan banyak orang hingga menjadi polemik. 


Setiap sesi ig live @JNEWSOnline bersama kang Maman bagi saya merupakan berkat. Menggali ilmu menulis secara gratis adalah berkah dan setiap perjalanan yang disampaikan melalui tulisan, selalu indah.  




You May Also Like

13 komentar

  1. Menuliskan catatan perjalanan adalah wujud terima kasih kepada semesta.
    Betul Mbak Des. Sayang sekali jika berkesempatan pergi ke mana-mana tetapi tidak mencatatkannya.

    BalasHapus
  2. aku setuju sama salah satu quotenya, buku adalah ilmu, yang hanya berguna jika di baca. Soalnya kebanyakan beli buku cuma buat pajangan doank hahaaa

    BalasHapus
  3. Duh jleb banget sih semua quotenya, yang paling menghujam buat aku sih kejahatan yang paling kejam itu lho, tidak membaca buku dari pada sekadar membakarnya

    Walau sekarang udah era digital dan terbiasa membaca secara online, tapi aku juga tetep suka baca buku. Ada sensasi tersendiri ketika membalik halaman dan mencium aroma kertas yaaah hehehe

    BalasHapus
  4. Memang miris melihat tingkat literasi Indonesia masih sangat rendah, ya, Mbak. Padahal, aroma buku baru selalu dirindukan bagi mereka, penikmatnya. Semoga kedepannya makin banyak masyarakat yang sadar akan budaya membaca.

    BalasHapus
  5. Kok setuju ya bagian literasi gak hanya tentang buku dan catatan tapi bisa membaca peristiwa. Semacam memahami kondisi dan bermain intuisi gitu bukan sih mbak?

    Bener kata Kang Maman, gak usah muluk-muluk, nulis aja dulu gak usah mikir tanda baca. Nanti juga paham di mana letak tanda baca yang pas hehe

    BalasHapus
  6. Cantik sekali kalimat penutupnya.
    Dengan menyadari pentingnya literasi di tengah perkembangan zaman yang sangat deras arus komunikasinya, maka perlu sekali kita terus mengasah kemampuan literasi dan menuliskan yang positif dan untuk kebaikan bersama dengan cara yang baik pula.

    ...dan filternya adalah HATI NURANI.
    Berkah menulis akan bisa kita rasakan ketenangan dari dalam hati.

    BalasHapus
  7. aku speakat banget mba.. dunia literasi ini begitu luas dan sudah selayaknya kita mengambil sekaligus menyebarkan positive vibes selalu ya mba

    BalasHapus
  8. Betul banget. Setuju...literasi tak melulu soal punya buku,dsb. Namun juga rasa cinta dengan membacanya, memahami, dan lebih kepada kepedulian, selalu menebarkan manfaat untuk semuanya. Nice sharing, Mbak!

    BalasHapus
  9. Keren mbak, selamat ya dua ceritanya termuat di buku Jelajah Kuliner Nusantara. Sudah lama saya juga ingin sekali menuliskan kuliner di sekitar tempat kelahiran saya, tapi belum juga terwujud. Padahal mah tulis aja dulu yaa. lama lama menjadi bank naskah hehe
    btw makasih inpirasinya, memang kang Maman ini keren banget. Nggak pelit ilmu yaa. Berkah banget yang bisa megarungi ilmu dari beliau.

    BalasHapus
  10. setuju soal ide itu tersebar dimana2 juga sukaa sama quotesnya Kang Maman soal kreativitas. btw itu ilustrasinya juga kok bikin gemes ya Mba hihi..

    BalasHapus
  11. setujuuuuuuu, memang daripada sekadar memiliki buku, membaca buku itu jauh lebih penting ya mbaaa!

    BalasHapus
  12. Benar juga yaa... Kita memang memiliki kebebasan penuh atas tulisan yang kita buat. Satu yang perlu jadi filternya: hati nurani. Pantas nggak sih tulisan tersebut kita munculkan dan dibaca oleh orang lain. Bahagia tuh kan bukan kita sendiri yang bahagia karena tulisan sudah publish, tapi kira-kira untuk yang baca bisa diterima atau tidak gitu yaa...

    BalasHapus
  13. Setuju banget mbak bahwa buku adalah ilmu yg dibaca. Semakin niat untuk menambah pemahaman tentang dunia literasi. Semoga makin bisa belajar.

    BalasHapus