My Story

Virtual Diary

Creative Blog

Memadukan Budaya dan Bisnis di Era Modern

by - September 20, 2023

 




Terik matahari sepertinya sangat bersemangat sekali siang ini, rasa syukur yang kian menipis membuat saya mengeluh berulang kali di dalam mobil. AC serasa kalah, dimakan habis oleh suhu luar yang sanggup memanaskan kerikil dan mengeringkan daun-daun. 


Di aspal yang panas, telapak bertelanjang kaki melangkah satu-satu tanpa ada rasa kernyit sedikitpun di dahi mereka.  Dengan gagahnya, ia berjalan berkilo-kilo meter jauhnya. Pikulan di bahu, baju serba hitam dan ikat kepala membuat saya langsung mengerti, ini pasti suku Baduy yang sedang menjajakan sebuah minyak atau madu hutan ke kota-kota. Biasanya mereka berjalan beriringan dengan jarak sekitar 500, hingga 1 kilometer sebelum kalian melihat orang Baduy Luar berikutnya. 


Perbedaan orang Baduy Dalam dengan Baduy Luar, terlihat dari pakaian yang mereka kenakan. Pakaian orang Baduy Luar memiliki ciri khas baju serba hitam serta Lomar, sebutan ikat kepala yang berwarna biru tua dan dihiasi motif batik, sedangkan orang Baduy Dalam berikat kepala Lomar serba putih. Selain itu, masyarakat Baduy Luar sudah menyerap budaya modern. 


Lantas Bagaimana Cara Pandang Suku Baduy tentang Pendidikan? 


Suku Baduy Dalam masih memegang teguh prinsip adat dan budaya agar tak luntur oleh banyak pengaruh luar termasuk pendidikan formal yang akan membahayakan keberlangsungan budaya baduy yang sudah dilestarikan dari nenek moyang mereka. Sedangkan suku Baduy Luar sudah menyerap budaya modern, sehingga mereka tidak menutup diri dengan pendidikan formal. 


Fakta Unik Suku Baduy

Melansir dari beberapa sumber, berikut beberapa fakta unik mengenai suku yang tinggal di provinsi Banten, Indonesia dan terkenal dengan gaya hidup tradisional mereka yang sangat terjaga. Fakta unik Suku Baduy yang perlu kalian ketahui:

  • Suku Baduy tetap mempertahankan prinsip, filosofi, adat dan kemurnian budaya dengan menetapkan satu wilayah keramat yang dinamakan "Tanah Kanekes"
  • Berpakaian khas, ciri khas berupa baju putih dan rok hitam untuk perempuan, serta baju putih dan celana hitam untuk laki-laki. Mereka juga sering memakai ikat kepala berwarna putih untuk Baduy Dalam dan Berwarna biru tua untuk suku Baduy Luar
  • Orang Baduy Dalam juga menamai dirinya orang Kajeroan. Sementara itu, orang yang tinggal di luar tanah Kanekes disebut sebagai orang Baduy Luar atau Orang Penamping.
  • Suku Baduy memiliki tradisi upacara Seba (persembahan) yang mendatangkan para panggede seperti pemerintah daerah Banten. Acara ini sudah diadakan sejak zaman kejayaan Kesultanan Banten
  • Pembagian Wilayah: Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar. Suku Baduy Dalam menjaga isolasi yang lebih ketat dan hanya bisa dikunjungi oleh anggota suku mereka sendiri.
  • Masyarakat suku Baduy senang berjalan kaki
  • Peralatan suku Baduy masih sederhana dan alami.Suku Baduy menjalani gaya hidup yang sangat sederhana. Mereka tidak menggunakan listrik, kendaraan bermotor, atau peralatan modern lainnya. Mereka masih menggunakan cara tradisional untuk pertanian dan pengolahan makanan.
  • Kekayaan warga suku Baduy tidak ditentukan oleh bentuk rumah yang mereka miliki
  • Sistem Kepercayaan: Suku Baduy menganut kepercayaan agama tradisional yang disebut "Agama Sunda Wiwitan." Mereka percaya kepada roh nenek moyang dan menghormati alam serta lingkungan sekitar.
  • Masyarakat Ramah: Meskipun menjaga isolasi dari dunia modern, Suku Baduy dikenal sebagai masyarakat yang ramah terhadap pengunjung yang menghormati aturan dan budaya mereka.


Mendekati Kehidupan Suku Baduy: Potret dari Balik Cakrawala seorang Narman


Seorang pemuda suku Baduy Luar di kampung Marengo, Desa Kanekes, Lebak, Banten bernama Narman memiliki pemikiran besar, dengan gigih ia menyakinkan warga dan tokoh masyarakat bahwa teknologi internet mampu meningkatkan taraf hidup Suku Baduy setempat. Ia juga dikenal sebagai seorang pelari handal yang sering mengikuti kompetisi lari. Sepak terjang fisik kuat beliau adalah tempaan sebagai suku asli Baduy. Masyarakat Suku Baduy senang berjalan kaki, sehingga seperti suku baduy lainnya ia  terbiasa naik turun gunung, bahkan tanpa alas kaki. Bayangkan saja, sederet aktivitas keseharian Narman untuk bisa berjualan secara daring dan berselancar Internet di lokasi tinggal, dirasa tak mumpuni karena kendala sinyal, sehingga ia harus bangun jam 4 pagi lalu berjalan kaki ke desa sebelah di Ciboleger sejauh 2 kilometer hanya untuk mendapatkan sinyal dan listrik. Ciboleger adalah lokasi terdekat untuk ia bisa mengakses internet. Setelahnya ia jogging pagi sampai jam 6 atau jam 7 pagi. Dilanjut mengakses internet untuk melihat website, sosial media dan WhatsApp serta membalas chat atau memastikan apakah ada customer atau tidak. Narman pulang ke rumah sore hari sekitar pukul 16.30, juga dengan berjalan kaki. Sementara untuk mengirim barang pesanan, pria ini harus menempuh 12 kilometer berjalan kaki untuk sampai ke agen pengiriman barang terdekat.


Tantangan besar memang, sebab penggunaan teknologi tidak diperkenankan secara adat terutama bagi wilayah Baduy Dalam yang ketat akan adat dan budaya leluhur. Namun Warga adat suku Baduy Luar ini meyakini bahwa internet bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penjualan kerajinan khas daerahnya. 




Baduy: Kisah Inspiratif tentang Bagaimana Tradisi Bisa Membawa Modernitas melalui Craft


Rasa prihatin yang dalam karena kerajinan yang dibuat keluarga dan tetangganya sulit terjual. Rejeki datang hanya menunggu datangnya wisatawan. Ia kemudian mempelajari secara otodidak bagaimana cara menggunakan internet dan membuat website, sebagai langkah jemput bola mengais rejeki. Dari situ, Narman mulai menjual berbagai kerajinan khas Baduy secara online lewat Baduy Craft. 


Bagi Narman hal tersebut tak sederhana karena adanya aturan adat yang melarang penggunaan teknologi bagi warga adat. Namun upaya Narman akhirnya direstui dengan adanya bukti semakin meningkatnya pendapatan para pengrajin Baduy. Kini ada ratusan pengrajin Baduy yang menjual kerajinannya lewat Narman. Setiap bulan, omzetnya bisa mencapai Rp 50 juta. Berbagai barang kerajinan asli buatan suku adat Baduy seperti tenun, tas dan aksesoris juga kini bisa dijual secara lebih luas. Narman pun rajin mengikuti beragam pameran untuk makin mengenalkan kerajinan dan adat suku Baduy.




Penghargaan SATU Award Indonesia


Ibarat dua sisi mata pisau, Norman bisa melalui itu dengan tantangan yang begitu besar. Sebuah pilihan antara adat atau modernitas. Berseberangan namun menjadi tantangan dan tak perlu dipertentangkan. Membuka cakrawala dan jendela pikir bagi keberlangsungan hidup yang lebih baik bagi masyarakat Baduy. Perjuangan inspiratifnya mengantarkan ia mendapatkan Penghargaan Semangat Astra Terpadu (SATU) Indonesia Award 2018 di bidang kewirausahaan. SATU Indonesia Award merupakan program dari Astra yang diadakan setiap tahunnya, sebuah apresiasi bagi generasi bangsa yang berkontribusi mendukung terciptanya kehidupan yang berkelanjutan. Narman membuka mata banyak orang, bahwa perlu mimpi besar untuk memberikan sumbangsih serta semangat untuk hari ini dan masa depan. 


Sumber Foto : Instagram @Baduycraft


You May Also Like

0 komentar