My Story

Virtual Diary

Creative Blog

Harapan di Ujung Desa: Hadirnya Tenaga Kesehatan Pertama di Uzuzozo

by - Oktober 10, 2024


Theresia Dwiaudina Sari Putri berbagi pengetahuan mengenai pentingnya kesehatan kepada warga. (Dok.Diny)


“Setiap bayi yang lahir, bentuk hadiah dari Tuhan. Sebuah perasaan emosi yang teramat penting dalam memulai kehidupan. Tentang kebahagiaan dan tangisan yang keduanya–disatukan.”


Sebelum saya bercerita banyak mengenai Theresia Dwiaudina Sari Putri, sosok paling terang dari pejuang kesehatan Nusa Tenggara Timur yang mendapat apresiasi SATU Indonesia Awards. 


Mari sejenak kita membayangkan sedikit saja, bahwa kehidupan selalu memberikan kita arti dalam sebuah cerita dan perjalanan. Ada momen-momen dalam hidup yang begitu penuh makna yang patut disyukuri, salah satunya adalah saat seorang ibu berjuang melahirkan. Dalam ruang bersalin, tak hanya seorang ibu yang sedang menghadapi pergulatan besar antara hidup dan memulai kehidupan baru, tetapi juga para perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya yang tak kenal lelah memberikan tenaga dan emosi mereka untuk keselamatan dua nyawa—ibu dan anak. Pengorbanan mereka, seringkali tak terlihat di balik senyum mereka yang penuh kehangatan, merupakan salah satu bentuk kasih sayang tertinggi yang pernah ada–tanpa kita sadari. 


Lalu, coba kembali kalian bayangkan! Jika semua fasilitas kesehatan tidak memadai, kemudian seorang ibu harus melahirkan dan berjuang sendirian. 


Pemberian vitamin dengan pelayanan kesehatan keliling desa. (Dok.Diny)


Dari sinilah, peran Theresia Dwiaudina Sari Putri, Setitik Air di Padang Gersang Uzuzozo, salah satu Pejuang Kesehatan NTT memulai cerita barunya, dalam proses panjang kehidupan membantu masyarakat di sana, untuk mendapatkan fasilitas dan kesehatan yang layak. Di saat kita hanya bisa melihat hasil yang ia lakukan lebih dari 5 tahun. Hanya sekedar membaca sebuah kisah perjalanan hidupnya. Saya rasa, seharusnya kita pun tak berhenti sampai di sini, ia membutuhkan tangan-tangan lain untuk melebarkan harapan. Membangun fasilitas kesehatan yang layak di Timur Indonesia, sebagai cara menumbuhkan cinta. Sebab tak ada kata berhasil yang bahagia, tanpa cinta yang tumbuh di sekelilingnya. 


….


Theresia Dwiaudina, bidan di Desa Uzuzozo NTT. TEMPO/ Abul Ala Maududi Ilhamda.


Sosok Inspiratif Penjaga Kehidupan 


Saya selalu teringat saat melahirkan anak kedua saya. Di saat itulah, saya menyaksikan lebih dekat betapa besar peran tenaga kesehatan, para perawat dan bidan dalam membantu ibu-ibu seperti saya. Keturunan yang saya selalu doakan menjadi penerus bangsa yang bermanfaat, menjadi orang penting yang mengubah dunia. Mereka hadir di setiap detik, mengatur nafas kita, memberi semangat di saat kita merasa tak mampu lagi. Namun, dibalik kekuatan yang mereka tunjukkan, saya tahu mereka juga manusia yang rapuh, sama seperti saya. Mereka juga kerap menangis, setelah menghadapi kenyataan pahit di ruang rumah sakit—melihat kehidupan yang berakhir di depan mata mereka. Segudang cerita haru yang menghantui benak, tak jarang menguras air mata di saat tak ada yang melihat.


Bagaimana bisa seseorang begitu sabar dan tetap tegar dalam menghadapi kematian berulang kali? 


Itulah yang kerap saya tanyakan dalam hati, terutama setelah melihat langsung bagaimana seorang tenaga kesehatan melanjutkan tugasnya setelah menutup mata seorang pasien yang telah berpulang. Tugas mereka tidak selesai sampai di sana. Tiga shift sehari, tak terhitung banyaknya peluh dan air mata yang mereka habiskan, semua demi kehidupan orang lain.


Dalam keheningan malam, ketika keluarga kita beristirahat di rumah, para tenaga kesehatan ini berjuang dalam diam. Dengan telaten, mereka mengelola rasa lelah dan emosi, menghibur pasien yang sedang sakit, bahkan membenahi selang infus saya yang ketika saat itu macet dan darah mulai naik ke atas, di saat saya hampir terlelap. Di tengah lelah yang mendera, ia tetap mencoba tersenyum dalam bekerja. Bukan hanya profesi, melainkan panggilan jiwa. Keberkahan mereka bukan datang dari kemudahan, tetapi dari kesabaran dan cinta mereka terhadap sesama manusia.


Saya teringat kisah Robin Lim, seorang bidan di Bali yang ditulis oleh kak oleh Windy Ariestanty dalam sebuah blog pribadinya. Robin Lim, melalui kliniknya yang bernama Bumi Sehat, telah menyentuh hati ribuan ibu yang melahirkan dengan penuh cinta–termasuk saya. Dia tak hanya seorang bidan, tetapi pelindung kehidupan baru yang menempatkan kemanusiaan di atas segalanya. Kisah Robin Lim dari Bali dan Theresia Dwiaudina dari NTT, membuat saya semakin mengagumi profesi bidan, sebuah profesi yang dibangun di atas cinta tanpa pamrih, tak peduli seberapa sulit jalannya.


Sejak saat itu, saya menyadari bahwa mereka yang bekerja di balik ruang bersalin adalah pahlawan paling terang sebagai penjaga kehidupan. Di dalam setiap kelelahan mereka, ada keberkahan tak terhingga yang terus bersemi, karena hidup yang mereka perjuangkan bukan hanya milik satu orang, tetapi milik banyak orang, bahkan generasi yang akan datang. Generasi penerus bangsa yang akan memulai gebrakan dan perubahan baru demi Indonesia.


Tentu saja, setiap satu bayi yang lahir. Ada kehidupan baru yang datang. Satu manusia hadir, suci, dalam bantuan tangan-tangan mereka. 


Hal ini yang juga saya temukan dalam diri Theresia Dwiaudina Sari Putri, seorang pejuang kesehatan dari Nusa Tenggara Timur yang mendapat apresiasi dari SATU Indonesia Awards, kisahnya telah mengubah nasib banyak orang di desanya melalui dedikasinya yang luar biasa. Dalam komunitas kecil di belahan timur Indonesia, dimana akses kesehatan sering kali menjadi tantangan besar, Dini—begitu ia dipanggil—membawa harapan dan perubahan nyata. Kisahnya tidak hanya menginspirasi masyarakat di sekitarnya, tetapi juga seluruh bangsa. Termasuk saya, atau bahkan kalian yang membaca tulisan saya saat ini. 



Pemberian obat cacing bagi anak-anak TK dan Sekolah Dasar (Dok.Diny)


Theresia Dwiaudina Sari Putri: Setitik Air di Padang Gersang Uzuzozo, Pejuang Kesehatan NTT


Theresia Dwiaudina Sari Putri, atau yang akrab disapa Dini, adalah sosok yang tak kenal lelah memperjuangkan kesehatan di Desa Kekandere Nangapanda, Nusa Tenggara Timur. Ketika dewasa, gadis Timur ini berkesempatan untuk belajar lebih banyak tentang kesehatan. Sebagai lulusan Program Diploma 3 Kebidanan dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya pada tahun 2016, ia terus belajar memperdalam program-program pelatihan yang fokus pada peningkatan kesehatan ibu dan anak. Kini, Dini menjadi sosok inspiratif yang memilih untuk kembali ke kampung halamannya di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mengabdi. Tidak ingin hanya menjadi penonton, Dini kembali ke desanya dan mulai menggerakkan perubahan dari sana. Dengan ilmu yang ia peroleh, Dini mengajarkan para ibu tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan secara rutin dan nutrisi yang tepat untuk anak-anak mereka.


Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia bekerja sebagai tenaga honorer dengan niat mulia—membawa layanan kesehatan yang layak ke daerah-daerah terpencil. Peraih SATU Indonesia Awards 2023 dalam bidang kesehatan ini memulai langkahnya di daerah Uzuzozo. Sebelumnya, Dini aktif dalam memantau kesehatan ibu hamil di berbagai desa di Kecamatan Nangapanda. Hingga pada bulan Maret 2017, dia memutuskan untuk mengambil peran lebih besar dengan melamar sebagai bidan di salah satu desa bernama Uzuzozo. Sebuah wilayah yang sebelumnya minim akses terhadap pelayanan kesehatan. Dengan kondisi geografis yang sulit dan infrastruktur yang terbatas.


Diny juga menjelaskan, “Jalur menuju Uzuzozo seperti setapak petani, menantang dan jauh dari fasilitas kesehatan. Melewati bukit bahkan berada di balik sungai,” ujarnya dalam sebuah podcast radio Idola Semarang. 


Akses menuju Uzuzozo yang sulit dan menantang. (Dok.Diny


Dini tak gentar untuk terus berjuang. Berbekal pengetahuan dan hati yang penuh kasih. Ia mulai menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi, rutin memeriksa kesehatan ibu hamil di berbagai desa di Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, NTT. Meski bekerja di tengah keterbatasan, Dini tetap konsisten mengunjungi desa-desa untuk memastikan para ibu hamil mendapatkan perhatian yang mereka butuhkan. Namun, ia tidak hanya melayani para ibu hamil, tetapi juga merawat anak-anak, lansia, dan masyarakat di sana. Keberadaannya memberi secercah harapan bagi banyak orang yang hidup jauh dari fasilitas kesehatan.


Wajah Bahagia Ketika Senam lansia di Desa Uzuzozo (Dok.Diny)


Dedikasi Dini menjadikannya bukan sekadar bidan, tetapi juga agen perubahan yang mampu membawa dampak positif di desanya. Dengan semangat yang tidak pudar, ia terus berupaya memastikan kesehatan menjadi hak yang bisa dinikmati oleh setiap individu, tak peduli seberapa jauh atau terpencilnya tempat mereka tinggal.


Melalui wawancara podcast radio Idola Semarang bersama Theresia Dwiaudina Sari. Keberadaan Dini di daerah ini, ibarat setitik air di tengah padang pasir yang gersang. 


Ia pun mengatakan, “Sebelum kehadiran saya di sana, tidak ada data akurat mengenai jumlah ibu hamil atau cakupan imunisasi anak di sana. Bahkan, banyak ibu yang melahirkan di rumah tanpa bantuan tenaga medis, dan lansia kerap terabaikan.”


Theresia Dwiaudina Sari Putri mendatangi rumah warga dan memberikan edukasi tentang kesehatan. (Dok Dinny)


Harapan di Ujung Desa: Hadirnya Tenaga Kesehatan Pertama di Uzuzozo


Dengan dedikasi luar biasa, Dini mulai membangun harapan. Sebagai tenaga honorer yang dibayar menggunakan dana desa, yang cairnya hanya setahun atau enam bulan sekali, Dini tetap bertahan. Kisahnya pun tak biasa—ia pertama kali ke Uzuzozo diiming-imingi seekor anjing milik kepala desa. Sebuah harap dari keinginan seorang kepala desa yang berusaha agar Dini dapat menjadi tenaga kesehatan pertama kali di sana untuk membantu masyarakat daerah Uzuzozo. Keinginan tulus, menggugah hatinya untuk berjuang. Dulu sebelum di Uzuzozo, ia hanya diberikan bayaran jika ada tugas-tugas tertentu seperti membantu program puskesmas melakukan asistensi ke desa-desa untuk pendataan. “Sebagai tenaga honorer di sana, saya tidak dibayar. Kalau ada pekerjaan tertentu baru dibayar. Itu juga seikhlasnya saja,” ujarnya.


“Fasilitas kesehatan di desa tersebut tak hanya minim, melainkan belum ada. Ada bangunan kecil yang dijadikan puskesmas desa, namun di dalamnya tak ada alat kesehatan pemeriksaan ibu hamil. Jarak antara desa Uzuzozo ke Puskesmas Kecamatan Nangapanda jauh sekali, sekitar 13-15 kilometer” ia kemudian kembali menjelaskan.


Kini, berkat usaha Dini, progres signifikan terjadi. Posyandu berjalan dengan lancar, anak-anak telah mendapatkan imunisasi, dan ibu hamil bisa menjalani pemeriksaan rutin, termasuk USG. Bahkan ada kisah seorang ibu yang memiliki enam anak yang sebelumnya lahir di rumah, anak terakhir dilahirkan dengan fasilitas kesehatan yang lengkap dan sangat bersyukur berkali-kali. Sebuah perbandingan nyata yang dapat langsung seorang ibu rasakan. Kisah sederhana yang mampu menggetarkan hati saya, sebagai seorang ibu yang kerap mendoakan banyak hal baik untuk anak-anak saya. Dini selalu siap siaga 24 jam, melayani tiga dusun dengan lima kampung terpecah-pecah yang jaraknya bisa memakan waktu dua jam perjalanan kaki atau 35 menit dengan sepeda motor. 


“Motor saya, kerap di parkir dekat anak sungai jika air terlalu deras. Lalu saya lanjut dengan jalan kaki,” ujarnya. Medan yang sulit, termasuk sungai dan bukit yang harus dilalui, tak menghalanginya untuk tetap hadir bagi masyarakat.


Desa Uzuzozo terletak di sebuah lembah yang berada sekitar 500 meter di bawah permukaan laut, dikelilingi oleh alam yang terjal dan penuh tantangan. Desa ini terdiri dari tiga dusun, yaitu Ndetuwaru, Ndetukedho, dan Gomo, yang jaraknya saling berjauhan dan dihubungkan oleh medan yang sangat ekstrem. Akses menuju setiap dusun bukanlah perkara mudah; melewati jalan berbatu yang menanjak dan menembus hutan lebat menjadi rintangan sehari-hari bagi warganya. Di Dusun Ndetukedho, bahkan tak ada sinyal, membuat komunikasi dengan dunia luar semakin sulit. Untuk mencapai Dusun Gomo, orang harus melintasi hutan berbatu dengan jalur menanjak yang tak jarang menguji ketangguhan fisik dan mental.


Pengalaman Berkesan Membantu Melahirkan di Pinggir Sungai Tiwul Woghi Dusun Ndetuwaru


Salah satu pengalaman paling berkesan bagi Dini adalah ketika membantu Rofina Elizabeth Pika, seorang ibu berusia 36 tahun, yang melahirkan di tepi sungai pada November 2018. Saat itu, sekitar pukul 2 pagi, suami Rofina menelepon Dini dengan cemas, memberi tahu bahwa istrinya sudah mengalami kontraksi hebat. Tanpa menunda, Dini bergegas menuju rumah Rofina yang berada di Dusun Ndetuwaru.


Mereka berencana menuju puskesmas menggunakan mobil pickup desa. Namun, takdir berkata lain. Di tengah perjalanan menuju fasilitas kesehatan, air ketuban Rofina pecah. Waktu yang tersisa begitu sempit, sehingga mereka harus berhenti di tepi Sungai Tiwu Woghi. Dengan hanya beralaskan terpal dan ditemani cahaya redup dari ponsel, Dini membantu Rofina melahirkan bayinya di sana, di bawah langit gelap yang hanya diterangi cahaya bintang.


“Saat itu suasana begitu gelap. Kami harus melewati sungai dengan tandu, dan karena air ketuban sudah pecah, saya melahirkan di tepi sungai,” kenang Rofina. Dalam situasi penuh tantangan, ibu dan bayi berhasil selamat, berkat keteguhan hati Dini. Mereka kemudian dibawa ke puskesmas untuk perawatan lebih lanjut, menutup babak dramatis dari kisah yang penuh perjuangan dan keberanian ini.


Selalu Ada Cara Memberikan Kehidupan Lebih Baik


Dini berharap, “Semoga dukungan Astra melalui SATU Indonesia Awards, program kesehatan yang ia rintis bisa berkelanjutan. Ia juga berharap agar fasilitas kesehatan bisa lebih dekat dengan warga, sehingga layanan dasar bisa lebih mudah diakses oleh semua penduduk, termasuk mereka yang tinggal di pelosok,” ujar Dini menambahkan.


Dini bukan hanya seorang tenaga kesehatan, tetapi pelita di tengah kegelapan bagi masyarakat di Uzuzozo. Keberaniannya membuka pintu harapan bagi daerah yang dahulu tak terjangkau. Melalui ketekunan dan cintanya pada profesi, Dini mengajarkan bahwa dalam keterbatasan, selalu ada cara untuk memberi, dan dari sana, lahirlah kehidupan yang lebih baik.


Saya jadi teringat cerita mama, bahwa saya saat dilahirkan dibantu oleh Bidan di rumah, di salah satu sofa panjang besar saat mama menonton TV dan kembang api sebentar lagi menyala saat Tahun Baru akan tiba. Waktu yang tanpa disadari, bahwa sebentar lagi hidupnya akan berubah selamanya. Kembali menjadi seorang ibu. Saya lahir bukan di rumah sakit dengan dokter dan peralatan canggih, melainkan bidan. Karena saat itu, mama melahirkan begitu tiba-tiba, ia selalu cerita bahwa melahirkan saya begitu mudah dan tak merasakan sakit yang berarti. Mama membalikkan tubuh kecil saya dengan hati-hati, agar saya ketika itu tidak menelan air ketuban, lalu menunggu sampai bidan datang. Belum lagi cerita tentang adik saya, yang dilahirkan terlilit tali pusar dan berhasil selamat dibantu oleh Bidan. Cerita kelahiran saya dan adik, selalu menjadi pengingat, bahwa dalam kesederhanaan dan ketenangan, ada keajaiban yang terus berlangsung—keajaiban seorang bidan yang dengan sentuhan lembutnya membantu menghadirkan kehidupan baru ke dunia ini.


Dari banyak cerita soal bidan. Sosok Theresia Dwiaudina Sari Putri (Dini) menjadi contoh generasi muda yang menginspirasi. Sejak kecil, Dini sudah akrab dengan kerasnya kehidupan di pedesaan yang terbatas oleh fasilitas. Ia sering melihat para ibu yang harus berjuang keras tanpa bantuan medis, melahirkan di rumah tanpa bantuan tenaga kesehatan. Anak-anak pun seringkali menderita akibat kurangnya gizi, banyak di antaranya berakhir stunting. Dini tumbuh dengan rasa peduli yang mendalam terhadap kondisi ini, dan bertekad untuk mengubah keadaan. Ia bahkan berkeliling untuk mengecek kesehatan masyarakat secara berkala. Memberikan vitamin dengan cara jemput bola dan memberikan obat cacing untuk anak-anak sekolah dasar di sekolah. 


Jika teringat mengenai lokasi NTT. Anak saya pernah berkunjung kesana, sepulang dari NTT setelah penelitian gelombang otak mengenai stunting di Desa Takari, Kupang. Ia bercerita banyak mengenai iklim di sana. Dimana Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu daerah paling kering dan gersang selama ia menjejak. Wilayah ini memiliki iklim semi-arid atau iklim kering dengan curah hujan yang sangat terbatas, terutama pada musim kemarau yang panjang. Curah hujan hanya sekitar 800-1000 mm per tahun di sebagian besar wilayah, dengan musim hujan yang singkat antara Desember hingga Maret, ujian juga bagi tenaga kesehatan yang harus datang kesana, terlebih ke daerah pelosok NTT dengan keadaan yang panas dan sering kekeringan. 


Kunci Masa Depan Lebih Terang, Edukasi Kesehatan Ibu dan Anak


Perjalanan Dini tidak mudah. Pada awalnya, banyak warga yang meragukan dan enggan mengikuti saran-sarannya. Mereka terbiasa dengan cara lama, melahirkan di rumah tanpa bantuan medis, dan mengabaikan pemeriksaan kehamilan. Namun, Dini tidak menyerah.


Ia secara perlahan membangun kepercayaan masyarakat, mengunjungi rumah-rumah, berbicara dengan para ibu, dan memberikan pemahaman bahwa kesehatan ibu dan anak adalah kunci untuk masa depan yang lebih baik. Lambat laun, semakin banyak ibu yang mempercayainya, dan perubahan pun mulai terlihat.


Berbekal tekad dan keberanian, Dini menginisiasi program di desanya yang memungkinkan para ibu hamil mendapatkan akses kesehatan yang lebih baik. Semua ibu hamil kini melakukan pemeriksaan ke bidan dan melahirkan di fasilitas kesehatan. Selain itu, Dia juga aktif mengajarkan tentang pola asuh yang baik serta pentingnya gizi dalam tumbuh kembang anak, juga memberikan edukasi sanitasi. Sejumlah warga desa itu masih ada yang tidak menggunakan jamban untuk BAB.



Anak-Anak Desa di NTT. (Dok.Diny)


Mengatasi Stunting dari Akar Masalah, Langkah Sederhana Berdampak Besar 


Dini mulai bergerak dari hal-hal yang sederhana namun krusial. Dia menyadari bahwa salah satu penyebab utama tingginya angka kematian bayi dan stunting di Uzuzozo adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perawatan kehamilan dan nutrisi anak.


Dini mengambil langkah nyata dengan memberikan edukasi kepada para ibu tentang pentingnya pemeriksaan kandungan secara rutin. Berkat usaha kerasnya, saat ini semua ibu hamil di Uzuzozo sudah melakukan pemeriksaan rutin ke bidan dan memilih melahirkan di fasilitas kesehatan. Ini merupakan perubahan besar dibandingkan dengan sebelumnya, di mana banyak ibu hamil yang tidak mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan yang memadai.


Tidak hanya itu, Dini juga memberikan pelatihan kepada para orang tua tentang pola asuh yang baik serta pentingnya memberikan nutrisi yang tepat bagi tumbuh kembang anak. Melalui diskusi kelompok, Dini mengajarkan para ibu mengenai pentingnya memberikan ASI eksklusif, memberikan makanan pendamping yang bergizi, serta cara mengelola kesehatan anak secara menyeluruh. Berkat usaha ini, jumlah anak yang mengalami stunting di Uzuzozo menurun drastis. Pada 2019, terdapat 15 anak yang mengalami stunting, namun saat ini angka tersebut hanya tersisa tiga anak saja. Ini merupakan pencapaian yang luar biasa, mengingat tantangan yang dihadapi masyarakat setempat dalam hal akses kesehatan dan pendidikan.


Pencapaian Dini tidak hanya diakui oleh masyarakat sekitar, tetapi juga di tingkat nasional. Pada tahun 2024, ia dianugerahi penghargaan SATU Indonesia Awards dari Astra. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap dedikasinya dalam memperjuangkan kesehatan masyarakat di wilayah terpencil. Dini tidak hanya menjadi simbol dari semangat juang generasi muda Indonesia, tetapi juga bukti bahwa perubahan dapat dimulai dari individu yang peduli dan gigih berusaha.


Dengan penghargaan ini, Dini berharap dapat menginspirasi lebih banyak pemuda di seluruh Indonesia untuk terlibat dalam memajukan masyarakat, terutama di bidang kesehatan. Bagi Dini, penghargaan ini bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan sebuah awal untuk memperluas dampaknya ke lebih banyak wilayah. Ia percaya bahwa dengan kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak, Indonesia dapat menurunkan angka stunting secara signifikan dan menciptakan generasi yang lebih sehat dan kuat.


Kisah Dini adalah bukti nyata bahwa dari tempat-tempat terpencil di Indonesia, bisa lahir pemimpin-pemimpin yang mampu mengubah nasib bangsanya. Sebuah semangat yang layak untuk diikuti dan dicontoh.


Bincang Inspiratif, Astra Talk (dok.Astra)


SATU Indonesia Awards: Apresiasi untuk Pejuang Kesehatan di Timur Indonesia


Komitmen Dini dalam memperbaiki kualitas hidup masyarakat membuatnya dianugerahi SATU Indonesia Awards sebagai salah satu pemuda inspiratif. Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi atas dedikasinya dalam membawa perubahan positif di lingkungannya. Dini dipilih karena kegigihannya dalam memperjuangkan kesehatan ibu dan anak, serta upayanya dalam menekan angka stunting yang menjadi salah satu isu kesehatan serius di Indonesia.


Dalam prosesnya, Dini tidak hanya bekerja sendiri. Ia membangun kemitraan dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah desa, bidan, hingga organisasi non-pemerintah yang fokus pada kesehatan anak dan ibu. Kerja sama ini memungkinkan Dini untuk memperluas jangkauan program edukasinya dan memastikan bahwa setiap ibu hamil mendapatkan akses yang layak ke layanan kesehatan.


Sebagai seorang pemuda yang inspiratif, Dini menunjukkan bahwa perubahan tidak harus datang dari sesuatu yang besar. Dengan memulai dari lingkungannya sendiri, dia telah membuktikan bahwa ketekunan dan keinginan untuk membantu orang lain dapat membawa dampak yang signifikan. Melalui SATU Indonesia Awards, Dini berharap dapat menjadi inspirasi bagi pemuda lainnya untuk berkontribusi dalam memajukan masyarakat, terutama dalam hal kesehatan dan pendidikan.



Harapan untuk Kesehatan dan Stunting di Indonesia


Baginya, harapan bagi kesehatan ibu dan anak di Indonesia, terutama terkait stunting, sangatlah tinggi. Dengan prevalensi stunting yang masih cukup tinggi di beberapa wilayah, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan edukasi gizi, akses ke pelayanan kesehatan, serta pemantauan pertumbuhan sejak masa kehamilan. Fokus pada kesehatan ibu, seperti pencegahan anemia pada ibu hamil dan pemeriksaan rutin dengan USG, sangat penting untuk mendeteksi tanda-tanda kekurangan gizi yang dapat berdampak pada perkembangan janin.


Infografik angka stunting SSGI turun dari 24,4% di 2021 menjadi 21,6% di 2022


Langkah-langkah Pemerintah untuk Mengurangi Stunting Perlu Ditingkatkan 


Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah untuk menurunkan angka stunting. Salah satu upaya terbesar adalah pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S), yang melibatkan lebih dari 20 kementerian dan lembaga negara, serta pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting menjadi 14% pada 2024.


Beberapa program spesifik dari Kementerian Kesehatan meliputi pengadaan alat USG di puskesmas, pengukuran zat besi bagi ibu hamil, dan pemberian suplementasi tablet tambah darah (TTD) bagi remaja untuk mencegah anemia yang juga berdampak pada stunting di masa depan.


Bagaimana Stunting Bisa Dikurangi?


Tak hanya peran Dini yang dapat memerangi stunting, edukasi terkait kesehatan dan gizi bagi para ibu menjadi solusi. Kunci penurunan stunting adalah intervensi gizi yang tepat dan dilakukan secara menyeluruh. Selain itu, pentingnya kolaborasi lintas sektor, termasuk partisipasi swasta, perguruan tinggi, dan media massa, tidak dapat diabaikan. Penyediaan makanan bergizi, edukasi terkait pola makan sehat, dan pemantauan kesehatan sejak dini adalah langkah penting.


Tanggapan Dunia terhadap Stunting di Indonesia


Perkara stunting sejak dulu masih terus menjadi isu yang perlu diangkat. Sosok yang kini menerangi stunting secara nyata adalah Theresia Dwiaudina Sari Putri. Namun tak serta merta pemerintah juga tutup mata. Upaya Indonesia dalam memerangi stunting telah mendapat perhatian dan pengakuan internasional. Bank Dunia, sebagai salah satu lembaga keuangan global, telah mendukung program-program pemerintah Indonesia dengan memberikan dana dan sumber daya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan gizi bagi anak-anak, ibu hamil, dan remaja. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi prevalensi stunting, yang telah menunjukkan penurunan signifikan dari 31,4% pada tahun 2018 menjadi 21,6% pada tahun 2022.


Tidak hanya itu, keberhasilan Indonesia dalam mengatasi masalah stunting juga menginspirasi negara lain. Misalnya, pemerintah Laos telah mengungkapkan minat untuk belajar dari strategi dan praktik terbaik Indonesia dalam penanganan stunting. Pada September 2023, delegasi dari Laos mengunjungi Indonesia untuk mempelajari secara langsung tentang perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan program pengentasan stunting, dengan harapan bisa menerapkan langkah-langkah serupa untuk meningkatkan kesehatan anak-anak di negara mereka.


Secara keseluruhan, pengakuan dunia terhadap langkah-langkah Indonesia dalam menanggulangi stunting menegaskan pentingnya kolaborasi internasional dan pembelajaran lintas negara untuk mencapai tujuan bersama dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan generasi mendatang.


Dengan kolaborasi dari berbagai pihak dan dukungan dari masyarakat, Indonesia semakin dekat untuk mewujudkan generasi bebas stunting di masa depan. Sosok Theresia Dwiaudina Sari Putri adalah salah satu Srikandi Indonesia Timur yang bergerak untuk mengubah keadaan, masa depan yang lebih sehat untuk generasi berikutnya bisa tercapai. Indonesia, dengan banyaknya figur inspiratif seperti Theresia, semakin optimis dalam menghadapi tantangan stunting dan masalah kesehatan lainnya.


Kisah Dini mengajarkan kita bahwa setiap orang memiliki potensi untuk membuat perubahan. Meski tantangan yang dihadapi tidaklah mudah, dengan kerja keras dan komitmen, hasil yang luar biasa bisa dicapai. Dini adalah cerminan dari semangat pemuda Indonesia yang berani bermimpi besar dan mewujudkan mimpi itu untuk kebaikan bersama.



Referensi


https://www.radioidola.com/2023/theresia-dwiaudina-sari-putri-pejuang-kesehatan-dari-ntt-peraih-satu-indonesia-awards-2023/

https://hearthis.at/radioidolasmg/2023-11-13-ngobrol-bareng-theresia-dwiaudina-sari-putri/ podcast wawancara radio Idola Semarang bersama Theresia Dwiaudina Sari

https://setneg.go.id/baca/index/targetkan_penurunan_stunting_14_persen_pada_2024_wapres_minta_k_l_komitmen_jalankan_perpres_72_2021

https://stunting.go.id/

https://en.antaranews.com/news/292797/indonesia-shares-notes-on-stunting-alleviation-with-laos

https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2023/06/27/world-bank-approves-support-to-expand-indonesia-s-efforts-to-reduce-childhood-stunting

https://nasional.tempo.co/amp/1888711/kisah-dini-bidan-di-desa-terpencil-uzuzozo-ntt-yang-berantas-stunting-dan-selamatkan-ibu-hamil

https://www.beritasatu.com/bplus/2784912/melanjutkan-visi-indonesia-bebas-stunting/amp







You May Also Like

17 komentar

  1. Masyaallah, tenaga medis pertama. Kehadirannya sanggup membuat perubahan dan meningkatkan kesehatan masyarakat, ya. Salut!

    BalasHapus
  2. Speechless akan kisah Dini. Sebuah perjuangan penuh keikhlasan dan dedikasi tinggi demi menjadi tenaga kesehatan di Uzuzozo yang nyaris tak tersentuh layanan kesehatan. Sungguh, semangat Dini bisa ajdi teladan bagi pemuda Indonesia yang mengajarkan kita bahwa setiap orang memiliki potensi untuk membuat perubahan dan bisa meuwujudkan mimpi besarnya

    BalasHapus
  3. Waduh! Theresia Dwiaudina Sari Putri, atau yang akrab disapa Dini ini seperti seorang reporter acara yg suka menjelajah gunung, sungai dan hutan aja ya. Sampai naik motor ke perairan seperti itu. Sungguh berat perjuangannya.
    Membayangkan bahagianya lansia di sana itu bisa senam lansia...
    Kisahnya Dini sangat menginspirasi

    BalasHapus
  4. Uzuzozo sebuah desa yang mungkin kita sendiri merasa asing belum pernah mendengarkan dan dini hadir sebagi pelita kehidupan di sana..disaat kaum muda biasanya memilih kota besar namun bidan dini dengan semangatnya ingin memajukan akses kesehatan di kampung halaman nya

    BalasHapus
  5. ya Allah sedih banget masih ada kondisi pemukiman yang kek gini :((. ngga ngebayangin kalo gada tenaga kesehatan di sana, malam2 sakit, mau kemana kalo kek gini tuh :(( asli miris banget

    BalasHapus
  6. Indonesia yang kenyataannya sangat luas ini memang membutuhkan banyak sosok-sosok seperti Dini ya. Di saat anak muda lainnya berambisi untuk keluar dari desanya sendiri, Dini justru kebalikannya. Ia membaktikan dirinya di Uzuzozo, yang saya sendiri pun baru mengenal nama desa ini. Salut untuk Dini yang telah membuka harapan bagi orang lain.

    BalasHapus
  7. Wow Theresia Dwiaudina Sari Putri, sosok paling terang dari pejuang kesehatan Nusa Tenggara Timur yang mendapat apresiasi SATU Indonesia Awards. Keren perjuangannya

    BalasHapus
  8. MasyaAllah kehadiran bu Theresia benar-benar seperti tetes embun di tengah padang pasir. Salut banget dengan ibu ini, dia bukan hanya bidan tetapi agent perubahan.

    BalasHapus
  9. Entah gimana yaa rasanya seorang tenaga kesehatan tetap gigih dan sabar melanjutkan tugasnya setelah menutup mata pasien yang berpulang. Aku setuju sih kalau mereka yang bekerja di balik ruang bersalin adalah pahlawan paling terang penjaga kehidupan. Salut untuk Theresia Dwiaudina Sari Putri.

    BalasHapus
  10. Senang sekali melihat anak muda yang punya kepedulian dan berdedikasi seperti dini ini ya
    Ikut memberikan akses kesehatan bagi mereka yang tinggal di pelosok

    BalasHapus
  11. MAsya allah, bidang kesehatan dan pendidikan itu suatu hal yangkrusial untuk diperhatikan. Adanya sosok sosok yang peduli dan mengabdi di pelosok seperti ini sangat mengagumkan.

    BalasHapus
  12. memang harus diakui ada banyak daerah tertinggal di negeri ini yang masih kekurangan nakes ya, mbak. pastinya perlu dedikasi yang tinggi untuk terjun langsung ke daerah dengan minim fasilitas seperti di desa di NTT seperti yang dilakukan oleh Dini ini

    BalasHapus
  13. masyaAllah nggak banyak orang-orang seperti Theresia yang mau mengabdikan dirinya ke daerah yang kurang tenaga medisnya QQ

    BalasHapus
  14. Perjuangannya luar biasa, sosok bidan Theresia Dwiaudina Sari Putri, seorang pejuang kesehatan dari Nusa Tenggara Timur. Dengan medan yang berat, beliau tetap mengutamakan edukasi kesehatan sekaligus langkah nyata peduli terhadap para Ibu hamil dan tumbuh kembang anak-anak NTT.

    BalasHapus
  15. Luar biasa mengagumkan upaya mbak Dini untuk menjadi tenaga kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan kebidanan. Medan menuju Uzuzozo aja seekstrim itu ya. Pengabdian yang hanya bisa dilakukan orang dengan dedikasi tinggi.

    BalasHapus
  16. sehat-sehat Kak Theresia Dwiaudina semoga semakin banyak bidan-bidan hebat yang mau membantu daerah lainnya dan terus menginspirasi dan tebarkan positif vibenya bu bidan

    BalasHapus
  17. Masha Allah, pahlawan kesehatan yang pantas diapresiasi setinggi-tingginya. Terimakasih Astra SATU Indonesia Award sudah memberikan apresiasi terhadap insan-insan yang mengabdi tanpa pamrih untuk negeri.

    BalasHapus