Hanya butuh menutup mata sebentar, mengambil hikmah dari sharing cerita Kang Maman melalui IG live bersama jnewsonline saat mengupas Bagaimana cara menulis yang Asik dengan tema 'Asiknya Menulis yang Asik ke-2'
Saya biarkan pikiran menjadi bola liar, menjadi burung yang terbang beribu-ribu mil jauhnya, membawa catatan lebih dalam mengenang kisah lama. Ketika pikiran dan jari menemukan takdirnya, maka ia akan menerjemahkannya ke dalam sebuah tulisan yang kalian baca sekarang.
Ide tulisan ibarat benang-benang halus. Dirunut dan disambungkan. Ibarat api yang tiba-tiba menyala, kita tak pernah tahu kapan padamnya? Ibarat rumput liar yang tumbuh di kepalamu, telingamu, mulutmu, matamu, tubuhmu, hatimu, bahkan jarimu. Ibarat oksigen yang membuat kita selalu hidup. Ibarat kepingan puzzle yang menemukan tempatnya. Utuh dan satu.
Satu pesan yang Kang Maman katakan, melekat kuat-kuat dalam ingatan,
"Awali menulis dengan hati bahagia, karena bahagia sebagai pemantik yang membakar semangat menulis. Tidak ada batas untuk berhenti menulis. Setiap ilmu yang terserap berasal dari gelas kosong yang kalian bawa di kepala. Semua ucapan akan tertampung bukan lagi tertumpah"
Pesan ini saya cerna lekat-lekat. Memperkuat keyakinan sebagai proses pembelajaran. Sebab saya paham, bahwa menulis tak hanya berawal dari gemar membaca, namun hati yang siap mendengarkan bisikan semesta.
Huruf-Huruf Kecil untuk Mencintai menjadi judul dalam postingan kali ini, entah kenapa rasanya paling pas untuk saya angkat. Karena di kepala hanya ada kata; tulisan, kreativitas, cara mencintai, mendengarkan, bahagia dan bayang-bayang samar sosok Opa (Kakek) saya yang selama hidupnya berprofesi sebagai seorang penulis skenario receh pada zamannya.
Sosok keras kepala, bertubuh gempal yang selalu menggunakan celana pendek dan kaos kutang. Tawa yang renyah dan cara menulis yang tak biasa. Beliau kerap menulis dan komat-kamit serta bicara sendiri. Saya yang ketika itu hanya bocah ingusan di sekolah dasar, seringkali bertanya.
"Kenapa opa sering berbicara sendiri?"
Beliau hanya tersenyum, menimbang hati-hati dalam lidahnya, sedikit berbisik di telinga sebelah kanan "Opa lagi mengulang dialog, menghafal dan memasukkan karakter peran, lalu membayangkan menjadi mereka. Jika satu peristiwa yang ditulis sedang terjadi terhadap diri sendiri, maka apa yang pantas untuk dikatakan? Dialog naskah yang bagus adalah dialog berasal dari kejujuran diri terhadap peran yang nanti akan dimainkan." Sekiranya begitulah artian dari ingatan kecil yang saya terjemahkan secara dewasa, beliau kembali melakukan aktivitasnya, mengulang-ulang dialog hingga menemukan kalimat yang tepat. Sesekali menarik kursi kayu dan meneruskan mengetik. Saat bokong besarnya menempel pada kursi lama itu, senandung decit kayu ringkih pelan-pelan pasti terdengar. Berhadapan pada meja persegi panjang, lengkap dengan mesin tik lama, kertas hvs dan pena yang berantakan menjadi aktivitas kesehariannya. Sampai sekarang bahkan saya merindukan tertidur pulas ditemani bunyi ketikan mesin tik lama yang digunakan opa ketika itu. Laptop pada tahun 80 dan 90 masih menjadi barang langka, tidak seperti sekarang yang gampang ditemui dan banyak dijual di toko-toko elektronik bak kacang goreng.
Teman-teman seni mengenal beliau dengan sebutan Bang Stone. Stone artinya batu. Manusia berkepala batu. Oma (Nenek) pernah menjelaskan hal itu semasa hidupnya, menceritakan pribadi opa kepada saya. Kiblat mencintai menulis, mungkin berawal dari sosok kakek yang saya panggil Opa tersebut.
Perekonomian kehidupan seorang penulis terkadang seringkali terseok, saya merasakan sekali kisah haru yang oma ceritakan sambil melihat layar televisi mengenai sebuah film lama yang diputar kembali pada layar kaca.
Film yang sekarang kita tonton ini adalah karya Opa. Sempat ditawarkan kemana-mana, namun naskah belum ada yang mau ambil, ekonomi yang sulit dan suara perut yang lebih lantang teriak, maka naskah skenario opa ditukar dengan lembaran rupiah oleh kawannya dengan syarat hak milik dan nama penulis juga berpindah. Dengan berat hati, akhirnya terpaksa ditukar dengan lembaran-lembaran rupiah yang lebih menggiurkan untuk mengisi cacing-cacing di perut yang mulai berisik. Naskah berpindah, hak milik dan penulis telah berganti. Selang setahun berikutnya, naskah film karya opa rupanya meledak, bahkan saya masih bisa menikmatinya sampai sekarang walau penulisnya kini berganti nama.
Saya kembali teringat salah satu buku karya Kang Maman yang berjudul 'Aku Menulis, Maka Aku Ada'. Saya merasakan benar bahwa tulisan selalu hidup. Tulisan akan abadi selama banyak orang masih mengingatnya. Selang 16 tahun Opa meninggal, namanya masih dipanggil untuk meraih penghargaan atas jasa dan karyanya di bidang seni dan budaya di kota yang lama ia tinggali selama hidupnya. Bahkan anak saya pernah bertanya,
"Kita datang ke penghargaan siapa, Mi?"
"Penghargaan opa"
"Bukannya opa sudah meninggal lama ya?"
"Opanya memang sudah gak ada, namun karya dan jasa akan selalu hidup. Buktinya, sekarang masih menerima penghargaan atas karya, jasa dan tulisannya" Kalimat sederhana ini setidaknya bisa menjadi pemicu dan didikan singkat, untuk memberikan sebuah pelajaran baru. Buah dari semangat menulis, berkarya dan bermanfaat. Agar banyak peristiwa, juga bisa bicara.
Ingatan saya kembali mengajak jalan-jalan bagaimana Opa mengajar membaca puisi dan memainkan drama teater dengan benar. Pemain pantomin yang terkenal pada zamannya yaitu Septian Dwi Cahyo, adalah salah satu yang pernah diajarkan oleh beliau.
![]() |
Naskah-naskah drama milik Opa (Kakek) |
Melalui sosok opa di kacamata ingatan saya, saya percaya bahwa menulis akan terasah jika kita banyak membaca dan mendengarkan bisikan semesta. Dua hal ini saya sebut sebagai 'penggalian' dan 'pencarian' proses mendalam terhadap konsep memahami kehidupan. Kesimpulan yang didapatkan akan menjadi sebuah titik terang, berubah menjadi sebuah tulisan jujur yang memadukan logika dan suara hati.
Seperti Quotes Kang Maman, "Terkadang percaya atau tidak, semesta memiliki peran akan kehidupan dan mempertemukan orang-orang pada energi yang sama."
Terimakasih Kang Maman atas banyak pelajaran berarti dari pertemuan online yang singkat dengan banyak cerita dan ilmu yang padat.
#jnewsxkangmaman